Pada saat berpergian (safar), apakah
bisa salat Jumat dijamak dengan salat Asar? Jika salat Jumat bisa
dijamak dengan salat Asar, apakah dilakukan dengan takkhir atau taqdim ?
Jawaban:
Kami informasikan terlebih dahulu bahwa
pertanyaan pertama sebenarnya pernah diajukan kepada Tim Fatwa Majelis
Tarjih dan Tajdid dan telah dimuat di Majalah Suara Muhammadiyah dua
edisi, yaitu No. 03, Th. ke-83/1998 dan No. 3 Tahun Ke-84/1999. Pada
kesempatan ini, kami akan menyampaikan kembali jawaban yang telah kami
uraikan sebelumnya dan menambahkan sejumlah argumentasi.
Ada beberapa hal yang perlu disampaikan terlebih dahulu.
Kedua, bagi orang yang melakukan perjalanan (safar), ia sebenarnya mendapatkan keringanan (rukhshah)
untuk tidak menunaikan salat Jumat dan ia dapat menggantinya dengan
salat Zuhur. Hal tersebut disimpulkan dari dua dalil (metode ini disebut
sebagai istinb±th al-ahk±m min khil±li al-jam’i wa al-tauf³q atau penemuan hukum melalui kompromi dalil). Dua dalil tersebut adalah:
- Hadis yang menerangkan bahwa wukuf di Arafah tahun 10 H (Haji Wadak) adalah bertepatan dengan hari Jumat. Hadis tersebut adalah:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلاً مِنَ الْيَهُودِ قَالَ لَهُ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ ، آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ [رواه البخارى و مسلم]
Dari Umar ibn
al-Khattab bahwasanya seseorang laki-laki Yahudi berkata kepadanya.
Wahai Amirul Mukminin: ada satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian
baca, jika ayat tersebut turun kepada kami orang Yahudi, akan kami
jadikan hari turunnya sebagai hari raya. Umar bertanya: ayat apa itu?
Yahudi tersebut menjawab: “alyauma akmaltu lakum d³nakum wa atmamtu ’alaikum ni’mat³ wa radl³tu lakumul isl±ma d³n±”.
Umar berkata: Kami tahu hari dan tempat turunnya ayat tersebut kepada
Nabi Saw. yaitu saat beliau berada di Arafah pada hari Jumat. [HR. Bukhari dan Muslim]
Keterangan dalam hadis di atas bahwa
hari Arafah pada tahun 10 Hijriyah (Haji Wadak) jatuh pada hari Jumat
juga dikonfirmasi kebenarannya oleh data dari penelitian astronomis
(baca: Syamsul Anwar, Interkoneksi Studi Hadis dan Astronomi, 2011: 152).
- Hadis yang menerangkan pada hari Arafah tahun 10 H tersebut, Nabi bersama sahabatnya tidak melakukan salat Jumat. Melainkan melakukan salat Zuhur yang dijamak dengan salat Asar. Hadis yang menjelaskan tentang hal ini cukup panjang. Untuk kepentingan menjawab permasalahan yang ditanyakan, hadis tersebut disingkat dan ditampilkan hanya pada bagian yang terkait. Hadisnya adalah:
…حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ فَوَجَدَ الْقُبَّةَ قَدْ ضُرِبَتْ لَهُ بِنَمِرَةَ فَنَزَلَ بِهَا حَتَّى إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِى فَخَطَبَ النَّاسَ …ثُمَّ أَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا … [رواه مسل]
“…hingga
Nabi saw tiba di Arafah dan menjumpai tenda Nabi saw sudah didirikan di
Namirah. Kemudian Nabi menempatinya hingga matahari tergelincir Nabi
memerintahkan (untuk disiapkan) kendaraan (untanya) Qaswa. Nabi berjalan
hingga bagian tengah Arafah dan menyampaikan khutbah kepada orang
banyak… Lalu ditunaikan azan kemudian iqamat. Kemudian Nabi Saw
menunaikan salat Zuhur lalu menunaikan salat Asar dan Nabi Saw tidak
menunaikan salat apapun di tengahnya [HR Muslim].
Dalam hadis di atas disebutkan bahwa
pada hari Jumat Nabi Saw. melakukan salat Zuhur, bukan salat Jumat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya bagi orang yang melakukan
perjalanan, sebenarnya mendapatkan keringanan (rukhsah) untuk tidak menunaikan salat Jumat dan dapat menggantinya dengan salat Zuhur. Namun, sebuah rukhsah tidaklah wajib untuk dilakukan atau diambil, melainkan hanyalah sebuah pilihan (al-takhy³r). Sehingga jika ada yang memilih untuk tetap melaksanakan salat Jumat (‘az³mah), hal tersebut tentu saja dapat dilakukan.
Ketiga, dalam hal orang yang memilih ‘az³mah (tetap melaksanakan salat Jumat) dan menjamaknya dengan salat Asar, para ulama berbeda pendapat. Dari kalangan mazhab fikih, Mazhab al-Sy±fii, seperti dilaporkan oleh al-Naw±wi dalam al-Majm’,
membolehkan ketika hujan dilakukan jamak antara salat Jumat dengan
salat Asar. Sedangkan Mazhab Hanbali, seperti dilaporkan oleh al-Buhtiy
dalam Kasysy±fu al-Qin±’ ‘an al-Iqn±’, melarang dilakukan
jamak. Perlu digarisbawahi bahwa baik pendapat yang membolehkan ataupun
pendapat yang melarang sesungguhnya tidak lain adalah ijtihad. Bagi yang
melarang, ijtihad tersebut dilandaskan pada kaedah “hukum asal dalam
masalah ibadah adalah haram”; ketika tidak ada dalil yang mencontohkan,
maka berarti jamak tidak boleh dilakukan. Sedangkan bagi yang
membolehkan, ijtihad dilandaskan pada hukum asal bolehnya jamak salat
bagi orang yang melakukan safar.
Berhadapan dengan dua pendapat di atas,
sikap Majelis Tarjih dan Tajdid adalah merajihkan pendapat kedua, yaitu
pendapat yang membolehkan salat Jumat dapat dijamak dengan salat Asar.
Menurut pertimbangan kami, ada sejumlah dalil yang dapat digunakan:
- Keumuman dalil tentang dibolehkannya jamak di waktu safar.
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ketika
melakukan safar, Rasulullah selalu menjamak salat. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadis berikut ini:
أَلَا أُحَدِّثُكُمْ عَنْ صَلَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي السَّفَرِ قَالَ قُلْنَا بَلَى قَالَ كَانَ إِذَا زَاغَتْ الشَّمْسُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ يَرْكَبَ وَإِذَا لَمْ تَزِغْ لَهُ فِي مَنْزِلِهِ سَارَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعَصْرُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَإِذَا حَانَتْ الْمَغْرِبُ فِي مَنْزِلِهِ جَمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ وَإِذَا لَمْ تَحِنْ فِي مَنْزِلِهِ رَكِبَ حَتَّى إِذَا حَانَتْ الْعِشَاءُ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا [رواه أحمد]
Artinya: “Maukah
saudara-saudara saya beritakan perihal salat Rasulullah saw sewaktu
sedang bepergian? Kami menjawab, ya. Ibnu Abbas berkata: Apabila
Rasulullah masih di rumah matahari telah tergelincir, beliau menjamak
salat Zuhur dengan Asar sebelum berangkat, tetapi kalau matahari belum
tergelincir, maka beliau berjalan hingga waktu salat Asar masuk,
beliaupun berhenti dan menjamak salat Zuhur dengan Asar. Begitu juga
selagi beliau di rumah waktu Magrib sudah masuk, beliau menjamak salat
Magrib dengan Isya tetapi kalau waktu Magrib belum lagi masuk, beliau
terus saja berangkat dan nanti kalau waktu Isya tiba, beliau pun
berbenti untuk menjamak salat Magrib dan Isya.” [HR Ahmad].
Tentang kebiasaan Nabi melakukan jamak
pada saat safar, juga dijelaskan oleh hadis yang diriwayatkan oleh
sahabat Anas berikut ini:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ، ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا ، فَإِنْ زَاغَتِ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ [رواه البخارى ومسلم]
“Dari
Anas Ra, ia berkata: adalah Rasulullah saw. apabila bepergian sebelum
matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat Zuhur sampai waktu
Asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut,
tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu Zuhur)
sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat Zuhur (dahulu) kemudian beliau
naik kendaraan (berangkat)”. [HR. Bukhari dan Muslim]
Berdasarkan keumuman informasi bahwa
Nabi selalu menjamak salat pada saat safar dalam dua hadis di atas,
ketentuannya juga berlaku kepada bepergian yang dilakukan pada hari
Jum’at. Oleh karenanya, diperbolehkan menjamak salat Jumat dengan Asar.
- Keumuman dalil tentang salat qasar pada saat safar.
Dilaporkan dalam sebuah hadis bahwa pada
saat melakukan safar, Nabi selalu melakukan salat dengan qasar. Sahabat
Imran ibn Hushain meriwayatkan:
مَا سَافَرَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَفَرًا اِلاَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ حَتَّى يَرْجِعَ وَاِنَّهُ أَقَامَ بِمَكَّةَ زَمَانَ اْلفَتْحِ ثَمَانِيَ عَشْرَةَ لَيْلَةً يُصَلِّي بِالنَّاسِ رَكْعَتَيْنِ اِلاَّ اْلمَغْرِبَ ثُمَّ يَقُولُ يَا أَهْلَ مَكَّةَ قُومُوا فَصَلُّوا رَكْعَتَيْنِ أُخْرَيَيْنِ فَإِنَّا قَومٌ سَفْرٌ [رواه احمد]
“Rasulullah
saw tidaklah bersafar melainkan mengerjakan salat dua rakaat saja
sampai beliau kembali dari safarnya dan bahwasanya beliau telah berada
di Makkah pada waktu Fathu Makkah selama delapan belas malam, beliau
mengerjakan salat dengan para jamaah dua-dua rakaat kecuali salat
Maghrib, setelah itu beliau bersabda: Wahai penduduk Makkah salatlah
kamu sekalian dua rakaat lagi, karena sesungguhnya kami adalah orang
yang sedang dalam safar” [HR Ahmad].
Dalam hadis lain juga disebutkan tentang keumuman pelaksanaan salat qasar.عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ (لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا) فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ. فَقَالَ : صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ [رواه مسلم]
Dari Ya’la ibn Umayyah, ia berkata. “Aku bertanya kepada Umar ibn Khattab (tentang ayat) “…maka tidaklah mengapa kamu menqasar salat(mu) jika kamu takut diserang orang-orang kafir”
padahal kondisi sudah aman (tidak ada lagi peperangan)”. Umar menjawab:
“Aku juga pernah penasaran seperti halnya engkau penasaran. Lalu aku
bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang hal tersebut. Beliau menjawab:
mengqasar salat adalah sedekah Allah untuk kamu sekalian. Maka terimalah
sedekah dari Allah (HR. Muslim)
- Prinsip al-takhfif wa al-taysir (keringanan dan kemudahan) bagi musafir.
Perjalanan itu sendiri sesungguhnya adalah masyaqqah
(kesukaran) bagi musafir. Oleh karena itu, adalah sangat beralasan
Syariah memberikan banyak keringanan bagi musafir, seperti keringanan
tidak diwajibkan berpuasa Ramadan dan boleh melakukan jamak salat.
Keringanan tersebut diberikan agar umat Islam terhindarkan dari
kesukaran dalam mengerjakan ibadah.
Tentang prinsip keringanan dalam beribadah secara eksplisit dijelaskan dalam hadis berikut ini:عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ مَطَرٍ. فَقِيلَ لاِبْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أُمَّتَهُ [رواه ابو داود]
Dari Ibnu Abbas,
ia berkata: Rasulullah menjamak salat antara Zuhur dengan Asar dan
Maghrib dengan Isyak di Madinah bukan karena alasan takut dan hujan.
Kemudian ada yang bertanya kepada Ibnu Abbas: apa maksudnya hal
tersebut? Ia menjawab: Rasulullah menginginkan agar tidak menyulitkan
umatnya [HR Abu Dawud].
Dalam hadis di atas, dijelaskan bahwa
Rasulullah Saw. pernah melakukan jamak salat bukan karena alasan takut
(pada saat kondisi perang) dan bukan pula karena alasan hujan. Para
ulama menjelaskan bahwa alasan (illat) dari jamak salat di atas adalah
adanya hajat (kebutuhan). Berpergian (safar) pada hari Jumat adalah
bagian dari hajat yang tidak dapat terhindarkan. Oleh karena itu
berpergian juga dapat dijadikan illat dilakukannya jamak dengan salat Asar.
Terkait dengan pelaksanaannya secara
takkhir, menurut kami salat Jumat dijamak salat Asar hanya dapat
dilakukan dengan takdim (di waktu salat Jumat). Ketika dilakukan pada
waktu Asar (takkhir), maka statusnya tidak lagi dihitung sebagai
melakukan salat Jumat, namun sudah berubah menjadi jamak antara salat
Zuhur dan Asar.
Dalilnya secara khusus memang tidak
ditemukan, namun hal tersebut dapat diambil dari dalil yang menerangkan
bahwa waktu salat Jumat adalah sama dengan waktu salat Zuhur, bukan pada
waktu salat Asar. Hadis-hadis tersebut adalah:
- Hadis riwayat Anas:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا الْجُمُعَةَ حِينَ تَمِيلُ الشَّمْسُ [رواه أحمد والبخاري وأبو داود والترمذي والبيهقي]
Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: “Adalah Rasulullah saw melakukan salat Jum’at bersama kami tatkala matahari tergelincir.” [HR. Ahmad, Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi, dan al-Baihaqi]
- Hadis riwayat Salamah bin al-Akwa’ menyebutkan:
قَالَ سَلَمَةُ بْنُ اْلأَكْوَعَ كُنَّا نُصَلِّي مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجُمُعَةَ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَتَّبِعُ اْلفَيْءَ [رواه أحمد والبخاري ومسلم وابن أبي شيبة]
Telah berkata
Salamah bin al-Akwa’: “bahwasanya kami melakukan salat Jumat bersama
Rasulullah saw apabila matahari telah tergelincir dan kami kembali
pulang dengan mengikuti bayangan kami.” [HR Ahmad, Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah].
Demikian jawaban dari kami. Wallahu A’lam bis Shawab.
Sumber : https://tarjih.or.id/jamak-salat-jumat-dengan-salat-asar-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar